Rabu, 20 Januari 2016

PKN


Pancasila ialah sebagai dasar negara sering juga disebut dengan dasar falsafah negara (dasar filsafat negara atau philosophische grondslag) dari negara, ideologi negara (staatsidee). Dalam hal tersebut Pancasila dipergunakan sebagai dasar untuk mengatur pemerintahan negara. Dengan kata lain ialah , Pancasila digunakan sebagai dasar untuk mengatur seluruh penyelenggaraan negara.
pancasila dasar negara
Pengertian Pancasila
Pancasila sebagai Dasar Negara
Pengertian Pancasila ialah sebagai dasar negara seperti dimaksud dalam bunyi Pembukaan UUD 1945 Alinea IV(4) yang secara jelas menyatakan , ialah kurang lebih sebagai berikut
“Kemudian dari pada itu untuk dapat membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia serta seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut dalam melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi serta keadilan sosial maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang suatu Dasar Negara Indonesia yang berbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil serta beradab, Persatuan Indonesia, serta Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, serta untuk mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”
Norma hukum pokok serta disebut pokok kaidah fundamental daripada suatu negara itu dalam hukum mempunyai hakikat serta kedudukan yang tetap, kuat, dan tidak berubah bagi negara yang dibentuk. Dengan kata lain, dengan jalan hukum tidak dapat diubah. Fungsi serta kedudukan Pancasila sebagai pokok kaidah yang fundamental. Hal tersebut penting sekali dikarenakan UUD harus bersumber serta berada di bawah pokok kaidah negara yang fundamental itu.
GuruPendidikan Sebagai dasar negara Pancasila dipergunakan untuk dapat mengatur seluruh tatanan kehidupan bangsa serta negara Indonesia, dalam artian , segala sesuatu yang berhubungan dengan pelaksanaan suatu sistem ketatanegaraan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) haruslah berdasarkan Pancasila. Hal tersebut berarti juga bahwa semua peraturan yang ada dan berlaku di negara Republik Indonesia harus bersumberkan pada Pancasila.
Pancasila sebagai dasar negara, dengan artian Pancasila dijadikan sebagai dasar untuk dapat mengatur penyelenggaraan pemerintahan negara.



























B.Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa –

Negara bisa diibaratkan dengan sebuah bangunan, tempat bernaungnya para penghuninya, yakni rakyat. Agar bangunan tersebut kokoh nan kuat, tentu harus memiliki dasar bangunan yang kuat serta kokoh pula.

Sama halnya dengan negara, agar negara bisa menjadi kuat dan kokoh, haruslah memiliki dasar negara yang kuat. Dasar negara merupakan cita-cita dan tujuan yang hendak dicapai oleh negara itu. Cita-cita dan tujuan didirikannya suatu negara akan dijadikan sebagai pedoman dan arah dalam gerak langkah penyelenggaraan pemerintah negara.

Para pendiri Bangsa Indonesia telah mengatakan bahwa bangsa Indonesia memerlukan sebuah dasar bagi penyelenggaraan negara. Dasar negara tersebut biasa disebut dengan namaIdeologi Negara.

Ideologi berasal dari kata "idea" yang berarti ide, konsep atau gagasan, cita-cita, dan"logos" merupakan pengetahuan. Secara harfiah, Ideologi merupakan ilmu mengenai pemikiran, ide-ide, keyakinan atau gagasan.


Di dalam pandangan yang lebih luas, Ideologi adalah cita-cita, keyakinan dan kepercayaan yang dijunjung tinggi oleh suatu bangsa yang dijadikan pedoman hidup dan pandangan hidup dalam seluruh gerak aktivitas bangsa tersebut.

Dengan memiliki pandangan hidup yang jelas, kuat nan kokoh, suatu bangsa akan memiliki pegangan atau pedoman dalam memecahkan segala persoalan di berbagai bidang kehidupan yang timbul pada aktivitas masyarakat.

Dalam pandangan hidup, terkandung kehidupan yang dicita-citakan yang hendak diraih serta dicapai sesuai dengan pikiran yang dalam mengenai wujud kehidupan dalam berbangsa dan bernegara, sehingga bangsa tersebut tidak bisa langsung untuk meniru pandangan hidup bangsa yang lainnya.
Pancasila sebagai pandangan hidup, sering disebut dengan way of life, pegangan hidup, pedoman hidup, pandangan dunia maupun petunjuk hidup. Walau ada banyak istilah mengenai pengertian dari pandangan hidup, akan tetapi pada dasarnya memiliki makna yang sama. Lebih lanjutnya, Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa digunakan untuk petunjuk dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia baik dari segi sikap maupun setiap perilaku masyarakat Indonesia yang harus dijiwai oleh nilai-nilai luhur yang terkandung pada Pancasila.

Setiap bangsa di dunia yang ingin berdiri dengan kokoh dan mengetahui dengan jelas arah, ke mana tujuan yang ingin dicapai sangat memerlukan yang namanya "pandangan hidup". Tanpa mempunyai pandangan hidup, suatu bangsa akan mudah terombang-ambing untuk menghadapi berbagai masalah yang timbul, baik persoalan dari masyarakatnya sendiri maupun persoalan dunia.

Pandangan Hidup adalah sebagai prinsip atau asas yang mendasari berbagai jawaban mengenai pertanyaan dasar untuk apa seseorang itu hidup. Berdasar dari pengertian tersebut, maka dalam pandangan hidup bangsa terkandung konsepsi dasar mengenai kehidupan yang dicita-citakan, terkandung pula dasar pikiran terdalam serta gagasan mengenai wujud kehidupan yang dianggap baik.

Pandangan hidup bagi suatu negara menjadi hal yang sangat penting dalam menjaga kelangsungan dan lestarinya bangsa. Hal ini disadari oleh pendiri bangsa seperti bisa kita buktikan pada pidato Mohammad Yamin pada sidang BPUPKI yang pertama. Di dalam sidang BPUPKI tersebut, Mohammad Yamin menyatakan bahwa :
"... rakyat Indonesia mesti mendapat dasar negara jang berasal dari peradaban kebangsaan Indonesia; orang timur pulang kebudajaan timur.
"... kita tidak berniat lalu akan meniru sesuatu susunan tata negara negeri luaran. Kita bangsa Indonesia masuk jang beradab dan kebudajaan kita beribu-ribu tahun umurnya."
Para pendiri negara dengan dilandasi pemikiran dan semangat kebangsaan tinggi telah sepakat bahwa dasar negara Indonesia adalah Pancasila. Mengapa harus Pancasila? Para pendiri negara memiliki pemikiran bahwa pandangan hidup bangsa harus tepat dengan ciri khas Bangsa Indonesia, oleh karena itu diambil dari kepribadian bangsa yang tertinggi dan konsepsi mendasar dari norma bangsa.

Pancasila dianggap oleh pendiri bangsa Indonesia memiliki nilai kehidupan yang paling baik.

Disepakatinya, disetujuinya Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia telah melalui serangkaian proses yang panjang serta pemikiran mendalam dan nantinya dijadikan dasar dan motivasi dalam segala bentuk sikap, tingkah laku dan perbuatan dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara untuk mencapai tujuan negara sebagaimana yang telah tercantum di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
























C.PANCASILA SEBAGAI FILTER IDEOLOGI
Pancasila sebagai dasar negara Indonesia memegang peranan penting dalam setiap aspek kehidupan masyarakat Indonesia. Pancasila banyak memegang peranan yang sangat penting bagi kehidupan bangsa Indonesia, salah satunya adalah “Pancasila sebagai suatu sistem etika”. Di dunia internasional, bangsa Indonesia terkenal sebagai salah satu negara yang memiliki etika yang baik, rakyatnya yang ramah tamah, sopan santun yang dijunjung tinggi dan masih banyak lagi. Pancasila memegang peranan besar dalam membentuk pola pikir bangsa ini sehingga dapat dihargai sebagai salah satu bangsa yang beradab di dunia. Kecenderungan menganggap acuh dan sepele akan kehadiran Pancasila diharapkan dapat ditinggalkan karena bangsa yang besar adalah bangsa yang beradab. Pembentukan etika bukan hal yang susah dan bukan juga hal yang mudah karena semua itu berasal dari tingkah laku dan hati nurani.
Pancasila yang dirumuskan 1 Juni 1945 oleh Soekarno dan disepakati menjadi ideologi dan cita hukum bangsa Indonesia, hari-hari ini berada dalam kondisi kesepian. Ia seperti ditinggalkan di panti, jarang ditengok dan megap-megap. Mungkin, kita sebagai bangsa, lebih tertarik menggunakan kemeja dan jas orang lain, bisa itu neo liberal-kapitalistik, sosialisme atau sedikit agak komunis dan sebagainya. Tapi, kalau Pancasila? Muram. Padahal, Pancasila merupakan common platform atau istilah Cak Nurcholis, kalimatun sawa, titik temu berbagai kepentingan dari bangsa ini yang plural. Pancasila juga menjadi cita hukum di mana kalau mengikuti pendapat A Hamid S Attamimi, ia bisa menjadi bintang pemandu (leittern) bagi tegaknya hukum di tanah air. Sebab, Pancasila merupakan guiding principle dan kaidah evaluasi dan kritik baik bagi pembentukan hukum maupun penegakan hukum.
Mungkin, kita harus kembali mengingat sila-sila Pancasila. Merefleksikan dan mempraktikkan dalam perkembangan bangsa ini. Untuk itu, setback ke jati diri merupakan keniscayaan. Sebab, bangsa yang abai pada ideologinya sendiri hanya akan menjadi "santapan” bangsa lain di dunia. Ia kehilangan identitas, seperti kehilangan KTP. Bisa sesat di belantara globalisasi.
Bagaimana mempraktikan lagi falsafah Pancasila? Pertama, kita harus berwawasan terbuka, berfikir global dan bertindak lokal. Kedua, merenungi semua prilaku dan praktik bernegara apakah bersenyawa dengan Pancasilan. Ketiga, membangun iptek dan perekonomian dengan dasar Pancasila sehingga tercipta semangat kesejahteraan bersama dan keutuhan bangsa. Mungkin, berbagai pernyataan di atas terasa klise. Tapi, tidak ada jalan lain untuk menuju perubahan yang lebih baik.
Kelompok orang yang sudah mulai alergi terhadap Pancasila, sering mengira bahwa penghambat kemajuan bangsa ini adalah Pancasila. Pendapat itu merupakan pendapat yang sangat keliru, karena tidak disertai pemahaman yang menyeluruh tentang makna serta hakikat Pancasila. Pancasila itu ibarat pisau emas yang bermata berlian. Ditinjau dari bahannya, pisau itu terbuat dari logam mulia serta batu yang sangat mulia. Dan pisau emas bermata berlian itu sangat tajam. Kemuliaan dan ketajamannya dapat digunakan untuk apa saja oleh siapa saja. Pisau itu dapat digunakan untuk memasak, untuk berkarya membuat ukiran patung yang indah, untuk mencari air dan mata pencaharian demi kesejahteraan dan ketenteraman, tetapi dapat pula untuk menodong, bahkan membunuh. Pisau itu pun dapat dibuang, digadaikan, atau dijual bagi orang yang tidak mengerti nilai. Permasalahannya sangat bergantung pada manusia pemakainya.
Seekor monyet jika disuruh memilih antara pisang atau pisau emas yang bermata berlian tadi, pasti akan memilih pisang. Lain halnya dengan manusia yang memang menyadari akan harkat dan martabat kemanusiaannya. Manusia seperti ini pasti akan memilih pisau emas yang bermata intan itu karena sadar akan nilai yang terkandung di dalamnya. Kalau toh pisau emas bermata berlian tadi berada di tangan monyet, paling digunakan untuk mencuri pisang dengan segala keserakahannya, setelah itu dibuang.
Pancasila yang luhur yang selama ini berada di bumi pertiwi sering sekali mengalami nasib bagaikan mahkota emas bertatahkan intan, berlian dan permata mulia, tetapi dipakai oleh babi-babi yang tidak berbudaya atau monyet yang tak mengerti nilai. Manusia yang tak tahu nilai, ibarat makhluk yang sudah kehilangan sifat insani kemanusiaannya (lir jalma kang wus koncatan sipat kamanungsane).
Kandungan Pancasila yang merupakan ikhtisar dari Sapta Warsita Panca Pancataning Mulya memiliki kesesuaian dengan fitrah Ilahiyah yang termuat di dalam ajaran kitab suci Al-Qur’an. Nilai luhur yang terkandung di dalam Pancasila, walaupun tidak tertulis dalam bentuk rumusan, sangat sesuai dengan nilai-nilai keluhuran budi pekerti yang dimiliki, dijunjung tinggi, serta diamalkan sebagai landasan hidup oleh bangsa-bangsa maju yang berperadaban tinggi di dunia. Dengan demikian Pancasila ini merupakan ideologi yang bersifat universal. Di dalam Pancasila terkandung pula nilai-nilai sosialis religius, bahkan lebih sempurna. Tetapi sayang, nilai-nilai luhur itu nampaknya belum pernah terlihat dalam kehidupan sehari hari, bahkan sering ditafsir miring atau diselewengkan oleh oknum-oknum pemimpin sehingga banyak orang yang meributkan atau mempermasalahkanatau mempertentangkan antara Pancasila dengan Islam. Pancasila dianggap kurang baik jika dibandingkan denganpaham Sosialis Religius dan sebagainya.
Arus modernisasi yang dengan kencang menghembus Indonesia dewasa ini sedemikian rupa membawa pengaruh yang tidak sedikit bagi Indonesia. Modernisasi dalam segi peralatan, pemikiran bahkan budaya begitu mudahnya menghampiri masyarakat Indonesia.Sebagian pihak mengatakan bahwa ini adalah konsekuensi yang harus dihadapi sebagai imbas modernisasi. Yang lama kelamaan semakin memperburuk keadaan pola kehidupan dan tatanan nilai pada masyarakat Indonesia sehingga kemudian modernisasi ini berelevasi menjadi keadaan yang bernama westernisasi dalam kehidupan bermasyarakat.
Teknologi internet merupakan teknologi yang memberikan informasi tanpa batas dan dapat diakses oleh siapa saja. Apa lagi bagi anak muda internet sudah menjadi santapan mereka sehari- hari. Jika digunakan secara semestinya tentu kita memperoleh manfaat yang berguna. Tetapi jika tidak, kita akan mendapat kerugian. Dan sekarang ini, banyak pelajar dan mahasiswa yang menggunakan tidak semestinya. Misal untuk membuka situs-situs porno. Bukan hanya internet saja, ada lagi pegangan wajib mereka yaitu handphone. Rasa sosial terhadap masyarakat menjadi tidak ada karena mereka lebih memilih sibuk dengan menggunakan handphone.

Seharusnya Indonesia yang beradat ketimuran yang mempunyai sikap cenderung santun terseret dan kemudian menghilang tergantikan oleh corak budaya kebarat-baratan (westernisasi) yang sangat bebas dalam berkehidupan dan bermasyarakat. Tradisi- tradisi yang melekat dalam masyarakat Indonesia secara simultan dikatakan kuno atau katro’, Oleh mereka yang menghambakan diri pada budaya-budaya barat yang mereka sebut sebagai "budaya modern". Sikap hedonis pun muncul di tengah- tengah masyarakat kita sebagai manifestasi dari yang lebih pantas disebut sebagai westernisasi daripada"budaya modern".
Bertolak belakang dari budaya modern yang terus berkembang pesat, generasi muda bangsa kita seakan-akan malu untuk mempertunjukkan kebudayaan asli daerah atau bahkan dalam tataran paling permukaan, yaitu mempelajari saja dianggap sebagai suatu aib yang harus ditutupi dan kalau bisa dilupakan dengan memejamkan mata, maka akan dilakukan detik itu juga. Sungguh merupakan sebuah kemunduran yang sangat jauh bagi kebudayaan kita yang diakui sebagai negeri yang berbudaya tinggi. Mereka -generasi muda kita- lebih bangga mempertunjukkan budaya-budaya asing (kalau memang pantas disebut dengan budaya) yang sebenarnya dari karakteristik unsur-unsur didalamnmya sangat jauh berbeda dengan budaya ketimuran kita.
            Tidak ada lagi rasa handarbeni, yaitu rasa memiliki yang tinggi dalam kebudayaan lokal kita . Penyimpangan- penyimpangan budaya pun muncul. Salah satu contoh yang dapat diambil adalah dalam seni Reog Ponorogo. Dalam suatu kejadian penari jathilan, penari dengan membaya kuda dari kayu menari diatas punggung warok yang sujud tertelungkup, padahal warok adalah perlambang sebagi orang yang dihormati karena mempunyai kesaktian yang sangat tinggi dan jelas bahwa hal ini melanggar pakem yang sudah ada. Dengan mudahnya mereka mengatakan hal ini sebagai kreasi untuk menarik para wisatawan. Sungguh sangat picik sebuah budaya yang sakral tergadaikan oleh hal – hal yang sepele. Sebegitu murahkah harga budaya kita?
Ketiadaan filter atau penyaring adalah salah satu alasan mengapa begitu mudah hal – hal seperti yang sudah disebutkan diatas mempengaruhi masyarakat Indonesia. Nilai- nilai kedaerahan atau norma agama yang ada pada setiap masyarakat dilupakan padahal, menurut Hassan Hanafi bahwa budaya sebenarnya dapat menjadi sebuah otoritas yang kuat untuk mempertahankan sesuatu dalam konteks ini bangsa tentunya yang harus dipertahankan. Saat ini kita harus sadar bahwa kewajiban kita untuk menemukan kembali, menggali kembali local wisdom atau nilai-nilai kearifan lokal dan membingkainya didalam keragaman budaya negeri kita menjadi bunga rampai kebudayaan nasional sebagai jati diri nasionalisme kita dan harga diri nasionalisme kita untuk mempertahankan Indonesia dari serangan ganas arus globalisasi.
Selama ini, rasa kebangsaan Indonesia dianggap sudah mulai luntur, hal ini dikaitkan dengan kenyataan derasnya arus globalisasi dan westernisasi yaitu semakin lunturnya budaya ketimuran Indonesia. Semakin sulit kita temukan pada anak muda jaman sekarang sopan santun khas budaya Timur yang dulu dipraktekkan orang-orang tua kita pada jamannya. Semakin sulit pula kita menemukan generasi muda sekarang yang hafal butir-butir dari sila Pancasila. Meskipun penguasaan materi butir-butir Pancasila tidak dapat dijadikan indikator pengamalannya dalam kehidupan sehari-hari, paling tidak hal tersebut menunjukkan adanya penurunan upaya pemantapan pemahaman kewarganegaraan pada generasi muda. Saya tidak yakin (bukan berarti pesimis) jika kita ambil sampel di tempat-tempat umum (misalnya mall-mall) apakah pemuda-pemudi kita hafal 100% Lagu Indonesia Raya? Tanyakan pula, siapa pencipta lagu Bagimu Negeri? Tapi coba tanyakan, siapa yang menyanyikan lagu “PUSPA”? Dengan cepat pasti segera dijawab. Sekali lagi, meskipun kadar kebangsaan seseorang tidak semata-mata diukur dengan bisa tidaknya menyanyikan lagu kebangsaan, atau mengetahui lagu-lagu wajib perjuangan, paling tidak hal ini menjadi suatu peringatan bagi kita pencinta bangsa dan negara ini.
            Berangkat dari uraian di atas, memang kita menyadari terjadinya penurunan pemahaman dan aplikasi terhadap rasa kebangsaan Indonesia. Namun kita tidak perlu berkecil hati, dengan berbagai upaya, kita dapat mempertahankan rasa kecintaan terhadap bangsa ini, dengan memanfaatkan dan menggali potensi yang ada. Berbagai peristiwa dan momen dalam kehidupan Bangsa Indonesia telah menunjukkan, bahwa bangsa kita masih punya rasa cinta tanah air dan bangsa, kebanggaan sebagai bangsa Indonesia, harga diri di antara bangsa-bangsa di dunia, rasa bersatu, dan rasa senasib sepenanggungan. Di antara momen tersebut adalah momen yang diuraikan pada awal tulisan ini. Momen lain yang bisa kita manfaatkan sebagai momen pemersatu bangsa namun diarahkan pada hal-hal yang positif, antara lain:
1.   Ketika terjadi konflik perbatasan dengan negara tetangga (Malaysia), sebagian masyarakat Indonesia berbondong-bondong menyatakan kesediaan dirinya untuk menjadi sukarelawan ikut berperang melawan Malaysia bahkan sebagian sudah melaksanakan latihan kemiliteran secara mandiri.
2.   Ketika budaya bangsa (lagu daerah, kesenian daerah, dan masih banyak lagi) diklaim oleh bangsa lain(Malaysia) sebagai budaya mereka, masyarakat Indonesia melakukan protes keras terhadap tindakan negara tersebut.
3.   Ketika warga negara Indonesia yang berada di negara asing (TKI, duta olah raga, dan kepentingan-kepentingan lainnya) mendapat perlakuan buruk atau tidak sebagaimana mestinya, masyarakat Indonesia melakukanprotes keras dan menuntut keadilan terhadap perlakuan tersebut.
4.   Pada acara puncak perayaan Kebangkitan Nasional tanggal 20 Mei 2008 di Stadion Gelora Bung Karno, masyarakat sangat antusias berpartisipasi, baik sebagai pengisi acara maupun sebagai penonton, termasuk pemirsa televisi di seluruh Indonesia, karena seluruh stasiun televisi nasional menyiarkan secara langsung acara tersebut.
            Momen-momen dan peristiwa tersebut sangat penting bagi bangsa Indonesia dan merupakan suatu potensi yang dapat kita kembangkan dalam upaya pemantapan rasa kebangsaan Indonesia. Upaya-upaya tersebut dapat kita lakukan (pemerintah dan segenap bangsa Indonesia) dengan:
1.   Menggalakkan kembali materi pelajaran wawasan kebangsaan dan kewarganegaraan di dalam sistem pendidikan di Indonesia, terutama mulai tingkat dasar, sehingga sejak kecil anak-anak telah ditanamkan rasa kebangsaan yang dalam dan cinta tanah air dan bangsa (Perlu perhatian yang serius karena kita dihadapkan pada tumbuh dan berkembangnya sekolah-sekolah yang “global oriented” yang sangat fokus pada sains, teknologi dan masa depan pribadi (profesi) tetapi kurang perhatian terhadap kesadaran berbangsa dan bertanah air).
2.   Memanfaatkan momen-momen kompetisi antar bangsa, termasuk bidang olahraga dan pendidikan (kompetisi sains dan teknologi) yaitu dengan terus mendukung prestasi bangsa Indonesia di dunia Internasional, sehingga semakin banyak hal yang dapat dijadikan kebanggaan nasional. (Sayangnya, pelajar juara-juara kompetisi sains dan teknologi terkadang tidak mendapat perhatian khusus dari kita, khususnya pemerintah sehingga potensinya sering dimanfaatkan oleh institusi di luar Indonesia).
3.   Menggalakkan kembali slogan cinta produksi Indonesia. Namun diharapkan tidak hanya sebagai slogan belaka, tetapi dibarengi usaha peningkatan kualitas dan kuantitas produksi dalam negeri sehingga tidak terlalu bergantung pada negara lain.
4.   Mendukung pemasyarakatan budaya Indonesia untuk membendung masuknya budaya asing. Misalnya, para pejabat kita agar lebih mendahulukan musik dan lagu-lagu Indonesia seperti lagu-lagu dangdut dalam kegiatan dengan masyarakat, jangan malah lebih memilih lagu-lagu barat atau budaya asing lainnya.
5.   Kita semua harus punya kesadaran untuk memproteksi (bukan berarti menutup pintu) arus globalisasi informasi dan teknologi, misalnya dengan membatasi akses internet yang tidak sesuai dengan budaya bangsa Indonesia seperti yang telah dilakukan pemerintah dengan aturan pelarangan akses situs porno di seluruh Indonesia.
            Pandangan-pandangan negatif terhadap Pancasila itu muncul barangkali karena prasangka bahwa Pancasila itu identik dengan Sukarnoisme (sosialisasi Pancasila) atau Soehartoisme (liberalisasi Pancasila) seperti yang tercantum dalam materi Pedoman, Penghayatan, dan Pengamalan Pancasila. Kenyataannya, Pancasila adalah Pancasila.
Salah satu SDM yang dimaksud bisa berupa generasi muda yang merupakan kader pembangunan yang sifatnya masih potensial, perlu dibina dan dikembangkan secara terarah dan berkelanjutan melalui lembaga pendidikan sekolah. Beberapa fungsi pentingnya pendidikan sekolah antara lain untuk:
1.   Perkembangan pribadi dan pembentukan kepribadian,
2.   Transmisi cultural
3.   Integrasi sosial
4.   Inovasi, dan
5.   Pra seleksi dan pra alokasi tenaga kerja.
Dalam hal ini jelas bahwa tugas pendidikan sekolah adalah untuk mengembangkan segi-segi kognitif, afektif dan psikomotorik yang dapat dikembangkan melalui pendidikan moral. Dengan memperhatikan fungsi pendidikan sekolah di atas, maka setidaknya terdapat tiga alasan penting yang melandasi pelaksanaan pendidikan moral di sekolah, antara lain:
1.   Perlunya karakter yang baik untuk menjadi bagian yang utuh dalam diri manusia yang meliputi pikiran yang kuat, hati, dan kemauan yang berkualitas seperti memiliki kejujuran, empati, perhatian, disiplin diri, ketekunan, dan dorongan moral yang kuat untuk bisa bekerja dengan rasa cinta sebagai ciri kematangan hidup manusia
2.   Sekolah merupakan tempat yang lebih baik dan lebih kondusif untuk melaksanakan proses belajar mengajar.
3.   Pendidikan moral sangat esensial untuk mengembangkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dan membangun masyarakat yang bermoral.
            Langkah-langkah untuk mengantisipasi dampak negatif globalisasi terhadap nilai- nilai nasionalisme,antara lain:
1.   Menumbuhkan semangat nasionalisme yang tangguh, misal semangat mencintai produk dalam negeri.
2.   Menanamkan dan mengamalkan nilai- nilai Pancasila dengan sebaik-baiknya.
3.   Menanamkan dan melaksanakan ajaran agama dengan sebaik- baiknya.
4.   Mewujudkan supremasi hukum, menerapkan dan menegakkan hukum dalam arti sebenar-benarnya dan seadil-adilnya.
5.   Selektif terhadap pengaruh globalisasi di bidang politik, ideologi, ekonomi, sosial budaya bangsa.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar