PKN
Pancasila ialah sebagai dasar negara
sering juga disebut dengan dasar falsafah negara (dasar filsafat negara atau
philosophische grondslag) dari negara, ideologi negara (staatsidee). Dalam hal
tersebut Pancasila dipergunakan sebagai dasar untuk mengatur pemerintahan
negara. Dengan kata lain ialah , Pancasila digunakan sebagai dasar untuk mengatur
seluruh penyelenggaraan negara.
pancasila dasar negara
Pengertian
Pancasila
Pancasila
sebagai Dasar Negara
Pengertian Pancasila ialah sebagai dasar negara seperti dimaksud dalam bunyi Pembukaan UUD 1945 Alinea IV(4) yang secara jelas menyatakan , ialah kurang lebih sebagai berikut
Pengertian Pancasila ialah sebagai dasar negara seperti dimaksud dalam bunyi Pembukaan UUD 1945 Alinea IV(4) yang secara jelas menyatakan , ialah kurang lebih sebagai berikut
“Kemudian dari pada itu untuk dapat membentuk suatu pemerintahan negara
Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia serta seluruh tumpah
darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa, serta ikut dalam melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi serta keadilan sosial maka disusunlah
kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang suatu Dasar
Negara Indonesia yang berbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia
yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa,
Kemanusiaan yang adil serta beradab, Persatuan Indonesia,
serta Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan, serta untuk mewujudkan suatu Keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia.”
Norma hukum pokok serta disebut pokok kaidah
fundamental daripada suatu negara itu dalam hukum mempunyai hakikat
serta kedudukan yang tetap, kuat, dan tidak berubah bagi negara yang
dibentuk. Dengan kata lain, dengan jalan hukum tidak dapat diubah. Fungsi
serta kedudukan Pancasila sebagai pokok kaidah yang fundamental. Hal
tersebut penting sekali dikarenakan UUD harus bersumber serta berada
di bawah pokok kaidah negara yang fundamental itu.
GuruPendidikan Sebagai dasar
negara Pancasila dipergunakan untuk dapat mengatur seluruh tatanan kehidupan
bangsa serta negara Indonesia, dalam artian , segala sesuatu yang
berhubungan dengan pelaksanaan suatu sistem ketatanegaraan Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI) haruslah berdasarkan Pancasila. Hal
tersebut berarti juga bahwa semua peraturan yang ada dan berlaku di negara
Republik Indonesia harus bersumberkan pada Pancasila.
Pancasila sebagai dasar negara,
dengan artian Pancasila dijadikan sebagai dasar untuk dapat mengatur
penyelenggaraan pemerintahan negara.
B.Pancasila sebagai Pandangan Hidup
Bangsa –
Negara bisa diibaratkan dengan sebuah bangunan,
tempat bernaungnya para penghuninya, yakni rakyat. Agar bangunan tersebut kokoh
nan kuat, tentu harus memiliki dasar bangunan yang kuat serta kokoh pula.
Sama halnya dengan negara, agar negara
bisa menjadi kuat dan kokoh, haruslah memiliki dasar negara yang kuat. Dasar negara merupakan cita-cita dan tujuan yang hendak dicapai oleh negara itu.
Cita-cita dan tujuan didirikannya suatu negara akan dijadikan sebagai pedoman
dan arah dalam gerak langkah penyelenggaraan pemerintah negara.
Para pendiri Bangsa Indonesia telah
mengatakan bahwa bangsa Indonesia memerlukan sebuah dasar bagi penyelenggaraan
negara. Dasar negara tersebut biasa disebut dengan namaIdeologi Negara.
Ideologi berasal dari kata "idea" yang berarti ide, konsep atau gagasan, cita-cita, dan"logos" merupakan
pengetahuan. Secara harfiah, Ideologi merupakan ilmu
mengenai pemikiran, ide-ide, keyakinan atau gagasan.
Di dalam pandangan yang lebih luas,
Ideologi adalah cita-cita, keyakinan dan kepercayaan yang dijunjung tinggi oleh
suatu bangsa yang dijadikan pedoman hidup dan pandangan hidup dalam seluruh
gerak aktivitas bangsa tersebut.
Dengan memiliki pandangan hidup yang
jelas, kuat nan kokoh, suatu bangsa akan memiliki pegangan atau pedoman dalam
memecahkan segala persoalan di berbagai bidang kehidupan yang timbul pada
aktivitas masyarakat.
Dalam pandangan hidup, terkandung
kehidupan yang dicita-citakan yang hendak diraih serta dicapai sesuai dengan
pikiran yang dalam mengenai wujud kehidupan dalam berbangsa dan bernegara, sehingga
bangsa tersebut tidak bisa langsung untuk meniru pandangan hidup bangsa yang
lainnya.
Pancasila sebagai pandangan hidup,
sering disebut dengan way of life, pegangan hidup,
pedoman hidup, pandangan dunia maupun petunjuk hidup. Walau ada banyak istilah
mengenai pengertian dari pandangan hidup, akan tetapi pada dasarnya memiliki
makna yang sama. Lebih lanjutnya, Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa
digunakan untuk petunjuk dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia baik
dari segi sikap maupun setiap perilaku masyarakat Indonesia yang harus dijiwai
oleh nilai-nilai luhur yang terkandung pada Pancasila.
Setiap bangsa di dunia yang ingin
berdiri dengan kokoh dan mengetahui dengan jelas arah, ke mana tujuan yang
ingin dicapai sangat memerlukan yang namanya "pandangan
hidup". Tanpa mempunyai pandangan hidup, suatu bangsa akan mudah terombang-ambing
untuk menghadapi berbagai masalah yang timbul, baik persoalan dari
masyarakatnya sendiri maupun persoalan dunia.
Pandangan Hidup adalah sebagai
prinsip atau asas yang mendasari berbagai jawaban mengenai pertanyaan dasar
untuk apa seseorang itu hidup. Berdasar dari pengertian tersebut, maka dalam
pandangan hidup bangsa terkandung konsepsi dasar mengenai kehidupan yang
dicita-citakan, terkandung pula dasar pikiran terdalam serta gagasan mengenai
wujud kehidupan yang dianggap baik.
Pandangan hidup bagi suatu negara
menjadi hal yang sangat penting dalam menjaga kelangsungan dan lestarinya
bangsa. Hal ini disadari oleh pendiri bangsa seperti bisa kita buktikan pada
pidato Mohammad Yamin pada sidang BPUPKI yang pertama. Di dalam sidang BPUPKI
tersebut, Mohammad Yamin menyatakan bahwa :
"... rakyat Indonesia mesti mendapat dasar negara jang berasal dari
peradaban kebangsaan Indonesia; orang timur pulang kebudajaan timur.
"... kita tidak berniat lalu akan meniru sesuatu susunan tata negara
negeri luaran. Kita bangsa Indonesia masuk jang beradab dan kebudajaan kita
beribu-ribu tahun umurnya."
Para pendiri negara dengan dilandasi
pemikiran dan semangat kebangsaan tinggi telah sepakat bahwa dasar negara
Indonesia adalah Pancasila. Mengapa harus
Pancasila? Para pendiri negara memiliki pemikiran bahwa pandangan hidup bangsa
harus tepat dengan ciri khas Bangsa Indonesia, oleh karena itu diambil dari
kepribadian bangsa yang tertinggi dan konsepsi mendasar dari norma bangsa.
Pancasila dianggap oleh pendiri bangsa
Indonesia memiliki nilai kehidupan yang paling baik.
Disepakatinya, disetujuinya Pancasila
sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia telah melalui serangkaian proses yang
panjang serta pemikiran mendalam dan nantinya dijadikan dasar dan motivasi
dalam segala bentuk sikap, tingkah laku dan perbuatan dalam bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara untuk mencapai tujuan negara sebagaimana yang telah
tercantum di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
C.PANCASILA SEBAGAI FILTER IDEOLOGI
Pancasila sebagai dasar negara Indonesia memegang peranan penting dalam
setiap aspek kehidupan masyarakat Indonesia. Pancasila banyak memegang peranan
yang sangat penting bagi kehidupan bangsa Indonesia, salah satunya adalah
“Pancasila sebagai suatu sistem etika”. Di dunia internasional, bangsa
Indonesia terkenal sebagai salah satu negara yang memiliki etika yang baik,
rakyatnya yang ramah tamah, sopan santun yang dijunjung tinggi
dan masih banyak lagi. Pancasila memegang peranan besar dalam
membentuk pola pikir bangsa ini sehingga dapat dihargai sebagai salah satu
bangsa yang beradab di dunia. Kecenderungan menganggap acuh dan sepele
akan kehadiran Pancasila diharapkan dapat ditinggalkan karena bangsa
yang besar adalah bangsa yang beradab. Pembentukan etika bukan hal yang susah
dan bukan juga hal yang mudah karena semua itu berasal
dari tingkah laku dan hati nurani.
Pancasila yang dirumuskan 1 Juni 1945 oleh Soekarno dan
disepakati menjadi ideologi dan cita hukum bangsa Indonesia, hari-hari
ini berada dalam kondisi kesepian. Ia seperti ditinggalkan di panti,
jarang ditengok dan megap-megap. Mungkin, kita sebagai bangsa,
lebih tertarik menggunakan kemeja dan jas orang lain, bisa itu neo
liberal-kapitalistik, sosialisme atau sedikit agak komunis dan sebagainya.
Tapi, kalau Pancasila? Muram. Padahal, Pancasila merupakan common
platform atau istilah Cak Nurcholis, kalimatun sawa, titik
temu berbagai kepentingan dari bangsa ini yang plural. Pancasila juga
menjadi cita hukum di mana kalau mengikuti pendapat A Hamid S Attamimi, ia bisa
menjadi bintang pemandu (leittern) bagi tegaknya hukum di tanah air. Sebab, Pancasila
merupakan guiding principle dan kaidah evaluasi dan kritik baik bagi
pembentukan hukum maupun penegakan hukum.
Mungkin, kita harus kembali mengingat sila-sila Pancasila. Merefleksikan
dan mempraktikkan dalam perkembangan bangsa ini. Untuk itu, setback ke
jati diri merupakan keniscayaan. Sebab, bangsa yang abai pada ideologinya
sendiri hanya akan menjadi "santapan” bangsa lain di dunia. Ia
kehilangan identitas, seperti kehilangan KTP. Bisa sesat di belantara
globalisasi.
Bagaimana mempraktikan lagi falsafah Pancasila? Pertama, kita harus
berwawasan terbuka, berfikir global dan bertindak lokal. Kedua, merenungi semua
prilaku dan praktik bernegara apakah bersenyawa dengan Pancasilan. Ketiga,
membangun iptek dan perekonomian dengan dasar Pancasila sehingga tercipta
semangat kesejahteraan bersama dan keutuhan bangsa. Mungkin, berbagai
pernyataan di atas terasa klise. Tapi, tidak ada jalan lain untuk menuju
perubahan yang lebih baik.
Kelompok orang yang sudah mulai alergi terhadap Pancasila, sering mengira
bahwa penghambat kemajuan bangsa ini adalah Pancasila. Pendapat itu merupakan
pendapat yang sangat keliru, karena tidak disertai pemahaman yang menyeluruh
tentang makna serta hakikat Pancasila. Pancasila itu ibarat pisau emas yang
bermata berlian. Ditinjau dari bahannya, pisau itu terbuat dari logam mulia
serta batu yang sangat mulia. Dan pisau emas bermata berlian itu sangat tajam.
Kemuliaan dan ketajamannya dapat digunakan untuk apa saja oleh siapa saja.
Pisau itu dapat digunakan untuk memasak, untuk berkarya membuat ukiran patung
yang indah, untuk mencari air dan mata pencaharian demi kesejahteraan dan
ketenteraman, tetapi dapat pula untuk menodong, bahkan membunuh. Pisau itu pun
dapat dibuang, digadaikan, atau dijual bagi orang yang tidak mengerti nilai.
Permasalahannya sangat bergantung pada manusia pemakainya.
Seekor monyet jika disuruh memilih antara pisang atau pisau emas yang
bermata berlian tadi, pasti akan memilih pisang. Lain halnya dengan manusia
yang memang menyadari akan harkat dan martabat kemanusiaannya. Manusia seperti
ini pasti akan memilih pisau emas yang bermata intan itu karena sadar akan
nilai yang terkandung di dalamnya. Kalau toh pisau emas bermata berlian tadi
berada di tangan monyet, paling digunakan untuk mencuri pisang dengan segala
keserakahannya, setelah itu dibuang.
Pancasila yang luhur yang selama ini berada di bumi pertiwi
sering sekali mengalami nasib bagaikan mahkota emas bertatahkan intan, berlian
dan permata mulia, tetapi dipakai oleh babi-babi yang tidak berbudaya atau
monyet yang tak mengerti nilai. Manusia yang tak tahu nilai, ibarat makhluk
yang sudah kehilangan sifat insani kemanusiaannya (lir jalma kang wus
koncatan sipat kamanungsane).
Kandungan Pancasila yang merupakan ikhtisar dari Sapta Warsita Panca
Pancataning Mulya memiliki kesesuaian dengan fitrah Ilahiyah yang termuat di
dalam ajaran kitab suci Al-Qur’an. Nilai luhur yang terkandung di dalam
Pancasila, walaupun tidak tertulis dalam bentuk rumusan, sangat sesuai dengan
nilai-nilai keluhuran budi pekerti yang dimiliki, dijunjung tinggi, serta
diamalkan sebagai landasan hidup oleh bangsa-bangsa maju yang berperadaban
tinggi di dunia. Dengan demikian Pancasila ini merupakan ideologi yang bersifat
universal. Di dalam Pancasila terkandung pula nilai-nilai sosialis religius, bahkan
lebih sempurna. Tetapi sayang, nilai-nilai luhur itu nampaknya belum
pernah terlihat dalam kehidupan sehari hari, bahkan sering
ditafsir miring atau diselewengkan oleh oknum-oknum pemimpin sehingga
banyak orang yang meributkan atau mempermasalahkanatau mempertentangkan
antara Pancasila dengan Islam. Pancasila dianggap kurang baik jika
dibandingkan denganpaham Sosialis Religius dan sebagainya.
Arus modernisasi yang dengan kencang menghembus Indonesia dewasa ini
sedemikian rupa membawa pengaruh yang tidak sedikit bagi Indonesia. Modernisasi
dalam segi peralatan, pemikiran bahkan budaya begitu mudahnya menghampiri
masyarakat Indonesia.Sebagian pihak mengatakan bahwa ini adalah konsekuensi
yang harus dihadapi sebagai imbas modernisasi. Yang lama kelamaan semakin
memperburuk keadaan pola kehidupan dan tatanan nilai pada masyarakat Indonesia
sehingga kemudian modernisasi ini berelevasi menjadi keadaan yang bernama
westernisasi dalam kehidupan bermasyarakat.
Teknologi internet merupakan teknologi yang memberikan informasi tanpa
batas dan dapat diakses oleh siapa saja. Apa lagi bagi anak muda internet sudah
menjadi santapan mereka sehari- hari. Jika digunakan secara semestinya tentu
kita memperoleh manfaat yang berguna. Tetapi jika tidak, kita akan mendapat kerugian.
Dan sekarang ini, banyak pelajar dan mahasiswa yang menggunakan tidak
semestinya. Misal untuk membuka situs-situs porno. Bukan hanya internet saja,
ada lagi pegangan wajib mereka yaitu handphone. Rasa sosial terhadap masyarakat
menjadi tidak ada karena mereka lebih memilih sibuk dengan menggunakan handphone.
Seharusnya Indonesia yang beradat ketimuran yang mempunyai sikap cenderung
santun terseret dan kemudian menghilang tergantikan oleh corak budaya
kebarat-baratan (westernisasi) yang sangat bebas dalam berkehidupan dan
bermasyarakat. Tradisi- tradisi yang melekat dalam masyarakat Indonesia secara
simultan dikatakan kuno atau katro’, Oleh mereka yang menghambakan diri pada
budaya-budaya barat yang mereka sebut sebagai "budaya modern". Sikap
hedonis pun muncul di tengah- tengah masyarakat kita sebagai manifestasi
dari yang lebih pantas disebut sebagai westernisasi daripada"budaya
modern".
Bertolak belakang dari budaya modern yang terus berkembang pesat, generasi
muda bangsa kita seakan-akan malu untuk mempertunjukkan kebudayaan asli
daerah atau bahkan dalam tataran paling permukaan, yaitu mempelajari saja
dianggap sebagai suatu aib yang harus ditutupi dan kalau bisa dilupakan dengan
memejamkan mata, maka akan dilakukan detik itu juga. Sungguh merupakan
sebuah kemunduran yang sangat jauh bagi kebudayaan kita yang diakui sebagai
negeri yang berbudaya tinggi. Mereka -generasi muda kita- lebih bangga
mempertunjukkan budaya-budaya asing (kalau memang pantas disebut dengan
budaya) yang sebenarnya dari karakteristik unsur-unsur didalamnmya sangat
jauh berbeda dengan budaya ketimuran kita.
Tidak
ada lagi rasa handarbeni, yaitu rasa memiliki yang tinggi
dalam kebudayaan lokal kita . Penyimpangan- penyimpangan budaya pun
muncul. Salah satu contoh yang dapat diambil adalah dalam seni Reog Ponorogo.
Dalam suatu kejadian penari jathilan, penari dengan membaya kuda
dari kayu menari diatas punggung warok yang sujud tertelungkup, padahal warok
adalah perlambang sebagi orang yang dihormati karena mempunyai kesaktian yang
sangat tinggi dan jelas bahwa hal ini melanggar pakem yang sudah ada. Dengan
mudahnya mereka mengatakan hal ini sebagai kreasi untuk menarik para wisatawan.
Sungguh sangat picik sebuah budaya yang sakral tergadaikan oleh hal – hal yang
sepele. Sebegitu murahkah harga budaya kita?
Ketiadaan filter atau penyaring adalah salah satu alasan mengapa begitu
mudah hal – hal seperti yang sudah disebutkan diatas mempengaruhi masyarakat
Indonesia. Nilai- nilai kedaerahan atau norma agama yang ada pada setiap
masyarakat dilupakan padahal, menurut Hassan Hanafi bahwa budaya sebenarnya
dapat menjadi sebuah otoritas yang kuat untuk mempertahankan sesuatu dalam
konteks ini bangsa tentunya yang harus dipertahankan. Saat ini kita harus sadar
bahwa kewajiban kita untuk menemukan kembali, menggali kembali local
wisdom atau nilai-nilai kearifan lokal dan membingkainya didalam
keragaman budaya negeri kita menjadi bunga rampai kebudayaan nasional sebagai
jati diri nasionalisme kita dan harga diri nasionalisme kita untuk
mempertahankan Indonesia dari serangan ganas arus globalisasi.
Selama ini, rasa kebangsaan Indonesia dianggap sudah mulai luntur, hal ini
dikaitkan dengan kenyataan derasnya arus globalisasi dan westernisasi yaitu
semakin lunturnya budaya ketimuran Indonesia. Semakin sulit kita temukan pada
anak muda jaman sekarang sopan santun khas budaya Timur yang dulu dipraktekkan
orang-orang tua kita pada jamannya. Semakin sulit pula kita menemukan generasi
muda sekarang yang hafal butir-butir dari sila Pancasila. Meskipun penguasaan
materi butir-butir Pancasila tidak dapat dijadikan indikator pengamalannya
dalam kehidupan sehari-hari, paling tidak hal tersebut menunjukkan adanya
penurunan upaya pemantapan pemahaman kewarganegaraan pada generasi muda. Saya
tidak yakin (bukan berarti pesimis) jika kita ambil sampel di tempat-tempat
umum (misalnya mall-mall) apakah pemuda-pemudi kita hafal 100% Lagu Indonesia
Raya? Tanyakan pula, siapa pencipta lagu Bagimu Negeri? Tapi coba tanyakan,
siapa yang menyanyikan lagu “PUSPA”? Dengan cepat pasti segera dijawab. Sekali
lagi, meskipun kadar kebangsaan seseorang tidak semata-mata diukur dengan bisa
tidaknya menyanyikan lagu kebangsaan, atau mengetahui lagu-lagu wajib
perjuangan, paling tidak hal ini menjadi suatu peringatan bagi kita pencinta
bangsa dan negara ini.
Berangkat dari uraian di atas, memang kita menyadari terjadinya penurunan
pemahaman dan aplikasi terhadap rasa kebangsaan Indonesia. Namun kita tidak
perlu berkecil hati, dengan berbagai upaya, kita dapat mempertahankan rasa
kecintaan terhadap bangsa ini, dengan memanfaatkan dan menggali potensi yang
ada. Berbagai peristiwa dan momen dalam kehidupan Bangsa Indonesia telah
menunjukkan, bahwa bangsa kita masih punya rasa cinta tanah air dan bangsa,
kebanggaan sebagai bangsa Indonesia, harga diri di antara bangsa-bangsa di
dunia, rasa bersatu, dan rasa senasib sepenanggungan. Di antara momen tersebut
adalah momen yang diuraikan pada awal tulisan ini. Momen lain yang bisa kita
manfaatkan sebagai momen pemersatu bangsa namun diarahkan pada hal-hal yang
positif, antara lain:
1. Ketika
terjadi konflik perbatasan dengan negara tetangga (Malaysia), sebagian
masyarakat Indonesia berbondong-bondong menyatakan kesediaan dirinya untuk
menjadi sukarelawan ikut berperang melawan Malaysia bahkan sebagian sudah
melaksanakan latihan kemiliteran secara mandiri.
2. Ketika
budaya bangsa (lagu daerah, kesenian daerah, dan masih banyak lagi) diklaim
oleh bangsa lain(Malaysia) sebagai budaya mereka, masyarakat Indonesia
melakukan protes keras terhadap tindakan negara tersebut.
3. Ketika
warga negara Indonesia yang berada di negara asing (TKI, duta olah raga, dan
kepentingan-kepentingan lainnya) mendapat perlakuan
buruk atau tidak sebagaimana mestinya, masyarakat Indonesia
melakukanprotes keras dan menuntut keadilan terhadap perlakuan tersebut.
4. Pada acara puncak perayaan Kebangkitan Nasional tanggal
20 Mei 2008 di Stadion Gelora Bung Karno, masyarakat sangat antusias
berpartisipasi, baik sebagai pengisi acara maupun sebagai penonton,
termasuk pemirsa televisi di seluruh Indonesia, karena seluruh
stasiun televisi nasional menyiarkan secara langsung acara tersebut.
Momen-momen
dan peristiwa tersebut sangat penting bagi bangsa Indonesia dan merupakan suatu
potensi yang dapat kita kembangkan dalam upaya pemantapan rasa kebangsaan
Indonesia. Upaya-upaya tersebut dapat kita lakukan (pemerintah dan segenap
bangsa Indonesia) dengan:
1. Menggalakkan
kembali materi pelajaran wawasan kebangsaan dan kewarganegaraan di dalam
sistem pendidikan di Indonesia, terutama mulai tingkat dasar, sehingga sejak
kecil anak-anak telah ditanamkan rasa kebangsaan yang dalam dan cinta
tanah air dan bangsa (Perlu perhatian yang serius karena kita dihadapkan
pada tumbuh dan berkembangnya sekolah-sekolah yang “global oriented” yang
sangat fokus pada sains, teknologi dan masa depan pribadi (profesi) tetapi
kurang perhatian terhadap kesadaran berbangsa dan bertanah air).
2. Memanfaatkan
momen-momen kompetisi antar bangsa, termasuk bidang olahraga
dan pendidikan (kompetisi sains dan teknologi) yaitu dengan terus
mendukung prestasi bangsa Indonesia di dunia Internasional, sehingga
semakin banyak hal yang dapat dijadikan kebanggaan nasional. (Sayangnya,
pelajar juara-juara kompetisi sains dan teknologi terkadang tidak mendapat
perhatian khusus dari kita, khususnya pemerintah sehingga potensinya
sering dimanfaatkan oleh institusi di luar Indonesia).
3. Menggalakkan
kembali slogan cinta produksi Indonesia. Namun diharapkan tidak
hanya sebagai slogan belaka, tetapi dibarengi usaha peningkatan kualitas
dan kuantitas produksi dalam negeri sehingga tidak terlalu bergantung pada
negara lain.
4. Mendukung
pemasyarakatan budaya Indonesia untuk membendung masuknya budaya
asing. Misalnya, para pejabat kita agar lebih mendahulukan musik dan
lagu-lagu Indonesia seperti lagu-lagu dangdut dalam kegiatan dengan
masyarakat, jangan malah lebih memilih lagu-lagu barat atau budaya asing
lainnya.
5. Kita semua harus punya kesadaran untuk memproteksi
(bukan berarti menutup pintu) arus globalisasi informasi dan teknologi,
misalnya dengan membatasi akses internet yang tidak sesuai dengan budaya
bangsa Indonesia seperti yang telah dilakukan pemerintah dengan aturan
pelarangan akses situs porno di seluruh Indonesia.
Pandangan-pandangan negatif terhadap Pancasila itu muncul barangkali karena
prasangka bahwa Pancasila itu identik dengan Sukarnoisme (sosialisasi
Pancasila) atau Soehartoisme (liberalisasi Pancasila) seperti yang tercantum
dalam materi Pedoman, Penghayatan, dan Pengamalan Pancasila. Kenyataannya,
Pancasila adalah Pancasila.
Salah satu SDM yang
dimaksud bisa berupa generasi muda yang merupakan kader pembangunan
yang sifatnya masih potensial, perlu dibina dan dikembangkan secara terarah dan
berkelanjutan melalui lembaga pendidikan sekolah. Beberapa fungsi pentingnya
pendidikan sekolah antara lain untuk:
1. Perkembangan pribadi
dan pembentukan kepribadian,
2. Transmisi cultural
3. Integrasi sosial
4. Inovasi, dan
5. Pra seleksi dan pra alokasi tenaga kerja.
Dalam hal ini jelas bahwa tugas pendidikan sekolah adalah untuk
mengembangkan segi-segi kognitif, afektif dan psikomotorik yang dapat
dikembangkan melalui pendidikan moral. Dengan memperhatikan fungsi pendidikan
sekolah di atas, maka setidaknya terdapat tiga alasan penting yang
melandasi pelaksanaan pendidikan moral di sekolah, antara lain:
1. Perlunya
karakter yang baik untuk menjadi bagian yang utuh dalam diri manusia
yang meliputi pikiran yang kuat, hati, dan kemauan yang berkualitas
seperti memiliki kejujuran, empati, perhatian, disiplin diri, ketekunan,
dan dorongan moral yang kuat untuk bisa bekerja dengan rasa cinta sebagai
ciri kematangan hidup manusia
2. Sekolah
merupakan tempat yang lebih baik dan lebih kondusif untuk melaksanakan
proses belajar mengajar.
3. Pendidikan moral sangat esensial untuk mengembangkan
sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dan membangun masyarakat yang
bermoral.
Langkah-langkah
untuk mengantisipasi dampak negatif globalisasi terhadap nilai-
nilai nasionalisme,antara lain:
1.
Menumbuhkan semangat nasionalisme yang tangguh, misal semangat
mencintai produk dalam negeri.
2. Menanamkan dan
mengamalkan nilai- nilai Pancasila dengan sebaik-baiknya.
3. Menanamkan dan
melaksanakan ajaran agama dengan sebaik- baiknya.
4. Mewujudkan
supremasi hukum, menerapkan dan menegakkan hukum dalam arti sebenar-benarnya
dan seadil-adilnya.
5.
Selektif terhadap pengaruh globalisasi di bidang politik, ideologi,
ekonomi, sosial budaya bangsa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar